Social Icons

facebook google plus

Social Icons

Selasa, 01 Maret 2016

Cerpenku : Restu Ibu adalah Nyawaku

Di kota yang berada di puncak pegunungan, ada seseorang anak bernama Perkasa. Dia seorang anak yatim, ayahnya meninggal karena sakit keras. Dia kelas 1 SMA. Perkasa suka sekali bersepeda. Sejak kecil, dia sudah terlatih menaiki sepeda. Dia pergi sekolah dengan menaiki sepeda, yang dimana dia selalu naik turun gunung karena sekolahnya terdapat di bawah gunung. Sebelum pergi ke sekolah, Perkasa pergi ke pasar dahulu untuk mengantarkan sayuran yang dititipi oleh ibunya untuk dijual. Di sekolah, dia selalu disukai oleh teman-temanya, baik teman cowok maupun teman ceweknya, karena dia ramah, baik hati dan tidak sombong. Dia mempunyai sahabat yang bernama Herloda.

“Hai Sa, selamat pagi.” panggil Herloda sambil menepuk pundak Perkasa dengan keras.
“Aduh, sakit tahu. Ada apa sih pagi-pagi sudah gangguin orang?” kata Perkasa dengan nada seperti orang marah dan menahan sakit.
“Perkasa, aku ada berita bagus.” kata Herloda.
“Berita apa?” tanya Perkasa.
“Ada perlombaan sepeda, hadiah nya lumayan besar lo. Ayo kita ikutan!” kata Herloda sambil menunjukkan brosur perlombaan.
“Tapi.........” tanggap Perkasa.
“Ada apa tapi-tapian?” tanya Herloda dengan nada agak keras.
“Aku belum tanya kepada ibuku boleh ikut atau tidak.” jawab  Perkasa.
“Aduh, cepat karena besok pendaftaran terakhir.” Herloda memberitahu Perkasa dengan nada agak kecewa.
“Iya, nanti aku akan bilang ke ibuku.” ucap Perkasa.
Pelajaran berakhir sekitar jam 15.00, Perkasa langsung pulang kerumah dengan menaiki sepedanya. Sesampainya di rumah, Perkasa memberikan uang sayuran kepada ibunya
“Ini bu, uang penjualan sayurannya.” kata Perkasa sambil memberikan uang sayuran kepada ibunya.
“Oh, iya terima kasih, nak. Ini, nak, minum dulu, kamu pasti haus.” tanggap ibu sambil memberikan segelas air kepada Perkasa.
“Terima kasih bu.” kata Perkasa
“Ya sudah, sana mandi dulu, biar bersih dan segera istirahat.” suruh ibu kepada Perkasa.
“Baik, bu” balas Perkasa
Setelah itu, Perkasa mengambil handuk dan segera mandi. Air disana sangat dingin dan segar karena berada di puncak pegunungan. Setelah mandi, Perkasa langsung pergi ke kamar untuk beristirahat. Dia tiduran di kamar sambil mendengarkan radio, karena dia belum mempunyai HP atau laptop. Sekitar pukul 18.30, Perkasa dipanggil ibunya untuk makan malam yang berada di ruang makan. Perkasa makan dengan lahapnya, sampai tidak ada yang sisa makanan di piringnya. Setelah kenyang, Perkasa bilang kepada kepada ibunya
“Bu, aku mau tanya, boleh?” tanya Perkasa kepada ibunya.
“Mau tanya apa, nak?” tanya ibu balik.
“Aku mempunyai sahabat bernama Herloda. Aku selalu bersama saat di sekolah. Tadi saat aku ngobrol bersama Herloda, dia memperlihatkan kepada ku brosur tentang perlombaan sepeda.” Perkasa menjelaskan dengan rinci.
“Terus, kenapa?” tanya ibu.
“Se.....se.....sebenarnya, aku ingin ikut dalam perlombaan tersebut. Bo......boleh apa tidak bu?” tanya Perkasa kepada ibunya dengan ketakutan.
“Apa......?” Ibunya kaget.
“Tidak boleh. Itu sangat berbahaya. Jika kamu ada apa-apanya, siapa yang akan bertanggung jawab?” kata ibunya lagi dengan nada dan ekspresi seperti orang marah.
“Tapi bu, ibu tahu kan kalau aku sangat suka bersepeda. Aku ingin menunjukkan bakat dan minatku kepada orang-orang. Aku sangat ingin mengikuti perlombaan tersebut.” kata Perkasa dengan meyakinkan ibunya.
“Sekali tidak boleh,tetap tidak boleh.” kata ibu yang menghiraukan alasan dari Perkasa.
Perkasa sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Dengan raut muka kecewa, dia pergi menuju ke kamarnya. Di kamar, Perkasa sedih dan dia langsung tidur untuk menghilangkan kesedihannya. Keesokan harinya, Perkasa tetap melakukan kegiatan sehari-harinya seperti biasa. Tetapi berbeda dengan hari-hari sebelumnya, dia melakukannya dengan raut wajah yang kecewa karena tidak boleh mengikuti perlombaan sepeda. Saat ingin berangkat sekolah, seperti biasa ibunya menitipkan sayuran kepada Perkasa untuk dijual di pasar. Saat memberikan sayuran, ibunya melihat raut muka anaknya yang sedih dan kecewa. Ibunya pun tidak tega melihat anaknya kecewa seperti itu, tetapi demi kebaikannya Perkasa.
Di sekolah, Perkasa tetap memasang raut muka yang sedih dan kecewa. Lalu datanglah sahabatnya, Heloda.
“Hai Sa, Selamat pagi. Gimana, kamu boleh tidak sama ibumu?” tanya Herloda dengan nada sangat penasaran.
Perkasa hanya menggeleng gelengkan kepalanya sebagai tanda jika ia tidak boleh mengikuti perlombaan tersebut.
“Tetapi Sa, aku sudah terlanjur mendaftarkanmu ke dalam perlombaan tersebut.” kata Herloda.
“Apa? Kau sudah mendaftarkanku?” tanya Perkasa dengan perasaan kaget karena Herloda mendaftarkan Perkasa tanpa menunggu jawaban darinya.
“Awalnya, aku ingin menunggu jawabanmu besok, tetapi setelah ku pikir-pikir, jika menggu besok pasti akan rumit, jadi aku mendaftrkan diriku dan dirimu kemarin.” kata Herloda sambil tertawa cengengesan.
“Aduh, gimana nih.....” kata Perkasa sambil kebingungan.
“Ada apa, Sa?” tanya Herloda.
“Kemarin, aku bilang ibuku ingin mengikuti perlombaan tersebut, tetapi tidak boleh, karena takut kalau nanti terjadi apa-apa. Dan kamu malah sudah mendaftarkanku dalam perlombaan tersebut.” jelas Perkasa kepada Herloda.
“Lha terus gimana? Masa kamu mau mengecewakan sahabatmu ini? Kemarin aku susah payah mendaftarkanmu dan diriku.” tanya Herloda.
“Pokoknya kamu harus ikut, kamu tidak boleh tidak ikut. Bagaimanapun caranya, kamu harus ikut. Aku tunggu di pertandingan” kata Herloda lagi sambil meninggalkan Perkasa.
Sekarang, Perkasa semakin bingung karena Herloda sudah mendaftarkannya. Dia tidak boleh ikut oleh ibunya karena sangat berbahaya dan takut jika terjadi apa-apa. Di sisi lain, dia juga tidak ingin mengecewakan sahabatnya yang sudah susah payah mendaftarkannya untuk mengikuti perlombaan sepeda tersebut. Dia memikirkan bagaimana caranya agar dia tidak melanggar larangan ibunya dan tidak mengecewakan sahabatnya. Dia terus memikirkan sampai pulang ke rumah. Akhirnya, dia menemukan solusinya yaitu dia akan mengikuti perlombaan tersebut tanpa sepengetahuan ibunya. Perkasa pun tetap menutupi dari ibunya tentang keikutsertaannya dalam perlombaan sepeda tersebut. Saat hari perlombaan, pagi-pagi sekali Perkasa bersiap-siap untuk mengikuti perlombaan tersebut. Ibunya pun mengetahui.
“Nak, kamu mau ke mana? Pagi-pagi sekali sudah rapi betul.” Tanya ibunya dengan rasa ingin tahu.
“Anu bu.....pergi sama Herloda, sahabatku yang sudah aku ceritakan dulu.” jawab Perkasa terkejut melihat ibunya.
“Mau pergi ke mana?” tanya ibunya lagi.
“Ke.....ke....ke rumah teman untuk mengerjakan tugas kelompok.” jawab Perkasa dengan gugup.
“Tapi kenapa membawa barang banyak sekali?” tang ibunya lagi.
“Ini.....ini untuk alat dan bahan dalam tugas kelompok.” jawab Perkasa.
“Oh.....begitu. ya sudah hati-hati dijalan.” pesan ibu ke Perkasa
“Iya, bu.” jawab Perkasa.
Perkasa pun pamit ke rumah teman untuk mengerjakan kelompok yang padahal di pergi untuk mengikuti perlombaan sepeda.
“Maafkan aku, bu. Aku harus berbohong padamu. Sebenarnya, aku tidak ingin membohongimu, tetapi aku juga tidak ingin mengecewakan sahabatku.” batin Perkasa di dalam hati sambil berjalan keluar dengan  perasaan kecewa karena telah membohongi ibunya sendiri
Perkasa pun pergi dengan menaiki sepeda kesayangannya. Sebelum pergi ke perlombaan, Perkasa terlebih dahulu ke rumah Herloda karena dia tidak tahu dimana tempat perlombaan tersebut diadakan. Sebelumnya, dia sudah diberitahu alamat rumah Herloda. Sesampainya di rumah Herloda, terlihat Herloda sudah berada di depan rumah dengan sepeda dan tas yang berada di punggung yang berisi barang berguna. Terlihat dari depan, rumah Herloda sangat besar dan mewah. Rumahnya berlantai dua, memiliki taman dan kolam renang sendiri.
“Wow......tenyata kamu anak orang kaya ya, Herloda?” Perkasa kagum melihat rumah Herloda.
“Ah, enggak, biasa-biasa saja.” jawab Herloda dengan santai
“Kalau kau berada di kota ku, rumah mu akan menjadi rumah terbesar di sana.” kata Perkasa sambil melihat-lihat rumah Herloda dari luar rumah.
“Ah, sudahlah. Ayo cepat, nanti kita terlambat” kata Herloda.
Mereka pun berangkat dengan menaiki sepeda masing-masing. Di perjalanan menuju ke perlombaan, mereka berbincang-bincang tentang perlombaan sepeda tersebut.
“Da, perlombaan sepeda yang kita ikuti itu seperti apa?” tanya Perkasa.
“Kita akan mengikuti perlombaan sepeda yang biasa disebut downhill.” jawab Herloda.
Downhill itu apa?” tanya Perkasa lagi.
Downhill itu, perlombaan yang dimana kita akan menuruni bukit yang  tinggi dengan bersepeda. Kita akan memulai pertandingan di puncak bukit dan akan berakhir jika mencapai finish yang berada di bawah bukit.” Penjelasan Herloda kepada Perkasa.
“Perlombaan tersebut juga ada rintangannya, ya seperti batu-batu besar, pohon-pohon yang lebat dan tinggi.” jelas Herloda lagi.
“Oh......,” kata Perkasa.
Mereka terus berbincang-bincang, sampai tak terasa mereka sampai di lokasi perlombaan sepeda downhill. Mereka pun langsung melakukan registrasi dan mendapatkan nomor. Ternyata, Perkasa dan Herloda berada di pertandingan yang berbeda. Herloda berada di perlombaan pertama dan Perkasa di perlombaan kelima. Setelah mereka selesai melakukan registrasi, mereka diminta untuk langsung menuju puncak bukit dengan alat seperti lift. Setelah mereka berada di atas, mereka langsung siap-siap untuk mengikuti perlombaan. Herloda yang pertama mengikuti perlombaan. Disana, dia akan melawan 10 orang. Herloda dengan mudah melewati rintangan yang ada. Dia seperti sudah pernah mengikuti perlombaan seperti ini. Akhirnya dia juara 1 dengan mudah.
“Selamat Da. Apa kamu pernah mengikuti perlombaan seperti ini?” tanya Perkasa.
“Tidak, belum penah.” jawab Herloda.
“Tadi kamu melewati rintangan begitu mudahnya seperti kamu sudah pernah mengikuti perlombaan ini.” kata Perkasa.
“Oh, karena aku sudah mempersiapkan ini dari dulu. Aku suka mengikuti perlombaan ini karena ada begitu banyak tantangannya.” jelas Herloda kepada Perkasa.
“Ok, aku akan juara seperti kamu, Da.” kata Perkasa percaya diri.
Perlombaan kedua sampai keempat sudah selesai. Sekarang perlombaan kelima yaitu perlombaan untuk Perkasa. Sebelum perlombaan dimulai, dia melakukan pemanasan. Setelah pemanasan dirasa cukup, dia bersiap-siap di garis start. Semua pemain bersiap. Bunyi pistol terdengar menandakan perlombaan dimulai.
Perkasa memulai perlombaan dengan buruk. Dia berada di posisi ke 9. Dia juga sering jatuh karena hilang keseimbangan yang disebabkan oleh rintangan. Tetapi, dia tidak mudah putus asa. Dia mencoba dan mempelajari cara melewati rintangan. Akhirnya, dia bisa melewati rintangan dan membalap semua saingannya. Dia mencapai garis finish pertama kali dan dia menjadi juara pertama. Perkasa langsung turun dari sepeda dan melompat-lompat kegirangan untuk merayakan kemenangannya. Herloda pun datang
”Aku tidak menyangka kamu menjadi juara 1 padahal kamu belum pernah mengikuti perlombaan seperti ini.” ujar Herloda kepada Perkasa.
“Aku pun tidak menyangka juga. Saat aku jatuh tadi, aku mencoba mencari cara untuk mengatasi rintangan tersebut. Aku mencoba beberapa kali dan jatuh. Saat aku akan melewati rintangan batu besar tadi, aku tiba-tiba mendapat petunjuk dan akhirnya bisa melewati rintangan tersebut dan rintang yang lainnya.” jelas Perkasa.
“Tapi, kamu tidak apa-apa kan, Sa?” tanya Herloda kepada Perkasa sambil mencari bagian tubuh Perkasa yang terluka.
“Tidak apa-apa, aku hanya terluka sedikit di bagian lengan kanan.” jawab Perkasa sambil memegang lengan kanannya.
Lalu, panitia mengumumkan untuk semua peserta berkumpul di tenda. Disana terdapat panggung. Acara pembuka diisi oleh musik-musik yang bagus. Di puncak acara, panitia mengumumkan juara-juara pada 5 perlombaan.
“Inilah para juara kita hari ini.” kata panitia sambil menggunankan pengeras suara.
Perkasa, Herloda, dan tiga peserta juara lainnya naik ke atas panggung dengan bangga. Mereka mendapatkan piala dan sejumlah uang. Lalu, mereka berlima dan panitia berfoto bersama. Setelah berfoto bersama, panitia mengumumkan para juara.
“Bagi para juara hari ini, akan merebutkan juara Downhill tahun ini dua minggu dari sekarang. Maka persiapakan diri kalian untuk ini agar bisa menjadi yang terbaik.” kata panitia.
Setelah acara selesai, peserta dan panitia membubarkan diri termasuk Perkasa dan Herloda. Mereka pulang dengan sangat senang karena menjadi juara. Mereka berhenti di tempat makan dan membayar makanan tersebut dengan uang juara yang mereka dapatkan. Setelah selesai makan, mereka pulang ke rumah masing-masing. Di rumah, Perkasa disambut ibunya dan langsung ditanya.
“Nak, kamu kenapa? kok bajumu kotor dan sepedamu tergores? Memang kerja kelompokmu seperti apa?” tanya ibunya penuh heran.
“Anu......itu.......,” Perkasa bingung menjawab ibunya.
“Kenapa, nak?” tanya ibunya lagi.
“M.......maaf bu. Aku berbohong kepadamu. Aku tadi tidak sedang kerja kelompok, tetapi mengikuti perlombaan sepeda. Dan aku menjadi juara 1, ini pialanya.” jawab Perkasa dengan rasa takut.
“APA.....?!! Kenapa kamu tidak menuruti omongan ibu? Ini akibatnya, sepeda kamu rusak, kamu terluka. Siapa yang mau bertanggung jawab?” kata ibu sambil marah kepada Perkasa.
“Tapi aku sudah didaftarkan oleh temanku. Aku tidak bisa menolaknya karena dia sudah susah payah mendaftarkanku.” ujar Perkasa memberikan alasan.
“Jika kamu masih mengikuti perlombaan sepeda tersebut, kamu pergi dari rumah.” kata ibu semakin kesal.
“Sekarang masuk ke kamar!!!” perintah ibu.
Akhirnya Perkasa masuk ke kamar dengan rasa bersalah karena telah membohongi ibunya. Dia tidak berani melihat ke belakang yang dimana ibunya merasa kecewa kepada anaknya.
“Aku tidak akan mengikuti final Downhill.” batin Perkasa.
Besoknya, hari berjalan seperti biasa. Perkasa dan ibunya sudah baikan. Perkasa sekolah seperti biasa membawa sayuran untuk dijual dipasar. Dua belas hari kemudian, tepatnya sehari sebelum final Downhill dimulai, Perkasa pergi ke sekolah. Di sekolah, dia bertemu dengan Herloda.
“Hai Sa, besok penentuan siapa yang terbaik di antara kita.” kata Herloda dengan nada menantang.
“Maaf Da, besok aku tidak ikut dalam final.” kata Perkasa.
“Kenapa?” Herloda terkejut.
“Aku tidak boleh sama ibuku. Dua minggu yang lalu, aku dimarahi sama ibuku karena ketahuan mengikuti perlombaan sepeda tersebut.” jelas Perkasa.
“Aku tidak mau tahu. Pokoknya kamu harus ikut, bagaimanapun caranya. Jika kamu tetap tidak ikut, aku akan pergi ke rumahmu dan bilang kepada ibumu.” kata Herloda tegas.
“Eh, jangan bilang ke ibuku, nanti beliau tambah marah. Besok akan aku usahakan untuk ikut ke final.” ucap Perkasa.
Perkasa semakin bingung, dia sudah berjanji tidak akan mengikuti perlombaan sepeda lagi. Di sisi lain, dia harus ikut perlombaan karena Herloda ingin dia ikut, jika tidak Herloda akan bilang ke ibunya Perkasa untuk meminta izin mengikuti perlombaan sepeda tersebut. Perkasa tidak ingin menyakiti hati ibunya dan sahabatnya, tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Dia memikirkan terus caranya dan akhinya dia memakai cara menginap di rumah Herloda.
“Bu, aku mau izin untuk menginap di rumah Herloda.” Perkasa meminta izin.
“Kenapa kamu ingin menginap di rumah Herloda?” tanya ibunya.
“Untuk.....untuk mengerjakan tugas bersama.” jawab Perkasa.
“Kamu tidak berbohong, kan?” tanya ibu lagi.
“Ti....tidak bu.  Aku tidak berbohong.” jelas Perkasa.
“Ya sudah, hati-hati di jalan. Jangan nakal di sana!” perintah ibu.
“Iya, bu.” kata Perkasa.
Perkasa membawa barang-barang yang perlu ke dalam tas dan pergi ke rumah Herloda. Sesampai di rumah Herloda, Perkasa memanggil Herloda.
“Da, Herloda.” panggil Perkasa ke rumah Herloda.
“Iya, sebentar.” jawab orang dari dalam rumah seperti suara Herloda.
Lalu, seseorang keluar dari rumah dan ternyata Herloda.
“Ada apa, Sa?” kata Herloda.
“Aku boleh tidak menginap di rumahmu?” tanya Perkasa.
“Boleh-boleh saja. Tapi ada apa?” tanya Herloda balik.
“Kan besok ada perlombaan Downhill, makanya aku izin kepada ibuku untuk menginap disini.” jawab Perkasa.
Perkasa pun menginap di rumah Herloda. Mereka berencana berangkat bersama menuju ke perlombaan pagi-pagi. Besoknya, mereka berangkat bersama dengan sepeda mereka. Sesampainya di sana, mereka melakukan registrasi dan bersiap-siap mengikuti perlombaan. Ketiga pemain lainnya juga sudah datang.
Perlombaan segera dimulai. Kelima pemain bersiap-siap di garis start. Perlombaan dimulai dan mereka memulai perlombaan dengan semangat. Herloda berada di posisi kedua dan Perkasa berada di posisi keempat. Perlombaan final Downhill sangat seru. Semua pemain tidak ada yang mau mengalah.
Saat berada di tengah perjalanan, kejadian tak terduga terjadi. Perkasa membalap pemain yang berada di posisi ketiga. Dia pun senang dan melihat ke belakang untuk melihat pemain yang dibalapnya. Saat dia melihat kebelakang, di depannya terdapat papan lompatan. Akhirnya dia melompat dengan keadaan tidak seimbang. Di udara, Perkasa tidak seimbang dan pada saat bersamaan, helm pelindungnya terlepas. Perkasa pun jatuh dengan kepala tanpa pelindung. Kepalanya berdarah dan dia tidak bergerak sama  sekali.
Melihat insiden tersebut, panitia mengehentikan perlombaan dan langsung membawa Perkasa ke rumah sakit. Semuanya bingung, termasuk Herloda. Herloda pun memutuskan untuk menemui ibunya Perkasa. Sesampainya di rumah Perkasa.
“Permisi.....permisi.....,” ucap Herloda sambil mengetuk pintu.
“Iya, dengan siapa?” tanya ibunya Perkasa.
“Saya Herloda, saya temannya Perkasa.” jawab Herloda.
“Oh, Herloda. Ada apa ya?” tanya ibunya Perkasa lagi.
“Maaf, bu, Perkasa kecelakaan.” jawab Herloda.
“Dia mengikuti perlombaan sepeda dan dia terjatuh. Sekarang dia dibawa ke rumah sakit.” jelas Herloda lagi.
“APA? Astaga........,” ibunya terkejut tidak percaya mendengar berita tentang anaknya.
“Sekarang, mari kita ke rumah sakit.” ajak Herloda.
“Ayo.” jawab ibunya Perkasa.
Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju ke UGD rumah sakit dan melihat keadaan Perkasa.
“Gimana dok keadaan anak saya?” tanya ibunya Perkasa kepada dokter.
“Maaf bu, anak anda tidak terselamatkan. Maaf sekali bu.” jawab dokter.
“Makanya nak, dengarkan omongan ibu. Jangan pernah menentang dan membohongi ibu. Ini akibatnya jika kamu menentang peringatan ibu.” kata ibu sambil menangis tersedu-sedu melihat anaknya.

Akhirnya, nyawa Perkasa tidak bisa  diselamatkan.  Lalu, Perkasa dimakamkan di pemakaman umum. Semua teman-temannya Perkasa dan ibunya Perkasa tidak kuasa menahan tangis saat pemakaman Perkasa.

1 komentar:

  1. ceritanya mengharukan sekali :")
    visit and follow my blog => hyeonmp.wordpress.com

    BalasHapus

 
 
Blogger Templates