Di kota yang berada di puncak pegunungan, ada seseorang anak
bernama Perkasa. Dia seorang anak yatim, ayahnya meninggal karena sakit keras.
Dia kelas 1 SMA. Perkasa suka sekali bersepeda. Sejak kecil, dia sudah terlatih
menaiki sepeda. Dia pergi sekolah dengan menaiki sepeda, yang dimana dia selalu
naik turun gunung karena sekolahnya terdapat di bawah gunung. Sebelum pergi ke
sekolah, Perkasa pergi ke pasar dahulu untuk mengantarkan sayuran yang dititipi
oleh ibunya untuk dijual. Di sekolah, dia selalu disukai oleh teman-temanya,
baik teman cowok maupun teman ceweknya, karena dia ramah, baik hati dan tidak
sombong. Dia mempunyai sahabat yang bernama Herloda.
“Hai Sa, selamat pagi.” panggil Herloda sambil menepuk pundak
Perkasa dengan keras.
“Aduh, sakit tahu. Ada apa sih pagi-pagi sudah gangguin orang?”
kata Perkasa dengan nada seperti orang marah dan menahan sakit.
“Perkasa, aku
ada berita bagus.” kata Herloda.
“Berita apa?” tanya
Perkasa.
“Ada perlombaan
sepeda, hadiah nya lumayan besar lo. Ayo kita ikutan!” kata Herloda sambil
menunjukkan brosur perlombaan.
“Tapi.........”
tanggap Perkasa.
“Ada apa
tapi-tapian?” tanya Herloda dengan nada agak keras.
“Aku belum
tanya kepada ibuku boleh ikut atau tidak.” jawab Perkasa.
“Aduh, cepat
karena besok pendaftaran terakhir.” Herloda memberitahu Perkasa dengan nada
agak kecewa.
“Iya, nanti aku
akan bilang ke ibuku.” ucap Perkasa.
Pelajaran
berakhir sekitar jam 15.00, Perkasa langsung pulang kerumah dengan menaiki
sepedanya. Sesampainya di rumah, Perkasa memberikan uang sayuran kepada ibunya
“Ini bu, uang
penjualan sayurannya.” kata Perkasa sambil memberikan uang sayuran kepada
ibunya.
“Oh, iya terima
kasih, nak. Ini, nak, minum dulu, kamu pasti haus.” tanggap ibu sambil
memberikan segelas air kepada Perkasa.
“Terima kasih
bu.” kata Perkasa
“Ya sudah, sana
mandi dulu, biar bersih dan segera istirahat.” suruh ibu kepada Perkasa.
“Baik, bu”
balas Perkasa
Setelah itu,
Perkasa mengambil handuk dan segera mandi. Air disana sangat dingin dan segar
karena berada di puncak pegunungan. Setelah mandi, Perkasa langsung pergi ke
kamar untuk beristirahat. Dia tiduran di kamar sambil mendengarkan radio,
karena dia belum mempunyai HP atau laptop. Sekitar pukul 18.30, Perkasa
dipanggil ibunya untuk makan malam yang berada di ruang makan. Perkasa makan
dengan lahapnya, sampai tidak ada yang sisa makanan di piringnya. Setelah
kenyang, Perkasa bilang kepada kepada ibunya
“Bu, aku mau
tanya, boleh?” tanya Perkasa kepada ibunya.
“Mau tanya apa,
nak?” tanya ibu balik.
“Aku mempunyai
sahabat bernama Herloda. Aku selalu bersama saat di sekolah. Tadi saat aku
ngobrol bersama Herloda, dia memperlihatkan kepada ku brosur tentang perlombaan
sepeda.” Perkasa menjelaskan dengan rinci.
“Terus, kenapa?”
tanya ibu.
“Se.....se.....sebenarnya,
aku ingin ikut dalam perlombaan tersebut. Bo......boleh apa tidak bu?” tanya
Perkasa kepada ibunya dengan ketakutan.
“Apa......?”
Ibunya kaget.
“Tidak boleh.
Itu sangat berbahaya. Jika kamu ada apa-apanya, siapa yang akan bertanggung
jawab?” kata ibunya lagi dengan nada dan ekspresi seperti orang marah.
“Tapi bu, ibu
tahu kan kalau aku sangat suka bersepeda. Aku ingin menunjukkan bakat dan
minatku kepada orang-orang. Aku sangat ingin mengikuti perlombaan tersebut.”
kata Perkasa dengan meyakinkan ibunya.
“Sekali tidak
boleh,tetap tidak boleh.” kata ibu yang menghiraukan alasan dari Perkasa.
Perkasa sudah
tidak bisa melakukan apa-apa. Dengan raut muka kecewa, dia pergi menuju ke
kamarnya. Di kamar, Perkasa sedih dan dia langsung tidur untuk menghilangkan
kesedihannya. Keesokan harinya, Perkasa tetap melakukan kegiatan sehari-harinya
seperti biasa. Tetapi berbeda dengan hari-hari sebelumnya, dia melakukannya
dengan raut wajah yang kecewa karena tidak boleh mengikuti perlombaan sepeda.
Saat ingin berangkat sekolah, seperti biasa ibunya menitipkan sayuran kepada
Perkasa untuk dijual di pasar. Saat memberikan sayuran, ibunya melihat raut
muka anaknya yang sedih dan kecewa. Ibunya pun tidak tega melihat anaknya
kecewa seperti itu, tetapi demi kebaikannya Perkasa.
Di sekolah,
Perkasa tetap memasang raut muka yang sedih dan kecewa. Lalu datanglah
sahabatnya, Heloda.
“Hai Sa,
Selamat pagi. Gimana, kamu boleh tidak sama ibumu?” tanya Herloda dengan nada
sangat penasaran.
Perkasa hanya
menggeleng gelengkan kepalanya sebagai tanda jika ia tidak boleh mengikuti
perlombaan tersebut.
“Tetapi Sa, aku
sudah terlanjur mendaftarkanmu ke dalam perlombaan tersebut.” kata Herloda.
“Apa? Kau sudah
mendaftarkanku?” tanya Perkasa dengan perasaan kaget karena Herloda
mendaftarkan Perkasa tanpa menunggu jawaban darinya.
“Awalnya, aku
ingin menunggu jawabanmu besok, tetapi setelah ku pikir-pikir, jika menggu
besok pasti akan rumit, jadi aku mendaftrkan diriku dan dirimu kemarin.” kata
Herloda sambil tertawa cengengesan.
“Aduh, gimana
nih.....” kata Perkasa sambil kebingungan.
“Ada apa, Sa?”
tanya Herloda.
“Kemarin, aku
bilang ibuku ingin mengikuti perlombaan tersebut, tetapi tidak boleh, karena
takut kalau nanti terjadi apa-apa. Dan kamu malah sudah mendaftarkanku dalam
perlombaan tersebut.” jelas Perkasa kepada Herloda.
“Lha terus
gimana? Masa kamu mau mengecewakan sahabatmu ini? Kemarin aku susah payah
mendaftarkanmu dan diriku.” tanya Herloda.
“Pokoknya kamu
harus ikut, kamu tidak boleh tidak ikut. Bagaimanapun caranya, kamu harus ikut.
Aku tunggu di pertandingan” kata Herloda lagi sambil meninggalkan Perkasa.
Sekarang,
Perkasa semakin bingung karena Herloda sudah mendaftarkannya. Dia tidak boleh
ikut oleh ibunya karena sangat berbahaya dan takut jika terjadi apa-apa. Di
sisi lain, dia juga tidak ingin mengecewakan sahabatnya yang sudah susah payah
mendaftarkannya untuk mengikuti perlombaan sepeda tersebut. Dia memikirkan
bagaimana caranya agar dia tidak melanggar larangan ibunya dan tidak
mengecewakan sahabatnya. Dia terus memikirkan sampai pulang ke rumah. Akhirnya,
dia menemukan solusinya yaitu dia akan mengikuti perlombaan tersebut tanpa
sepengetahuan ibunya. Perkasa pun tetap menutupi dari ibunya tentang keikutsertaannya
dalam perlombaan sepeda tersebut. Saat hari perlombaan, pagi-pagi sekali
Perkasa bersiap-siap untuk mengikuti perlombaan tersebut. Ibunya pun
mengetahui.
“Nak, kamu mau ke
mana? Pagi-pagi sekali sudah rapi betul.” Tanya ibunya dengan rasa ingin tahu.
“Anu
bu.....pergi sama Herloda, sahabatku yang sudah aku ceritakan dulu.” jawab
Perkasa terkejut melihat ibunya.
“Mau pergi ke
mana?” tanya ibunya lagi.
“Ke.....ke....ke
rumah teman untuk mengerjakan tugas kelompok.” jawab Perkasa dengan gugup.
“Tapi kenapa
membawa barang banyak sekali?” tang ibunya lagi.
“Ini.....ini
untuk alat dan bahan dalam tugas kelompok.” jawab Perkasa.
“Oh.....begitu.
ya sudah hati-hati dijalan.” pesan ibu ke Perkasa
“Iya, bu.”
jawab Perkasa.
Perkasa pun
pamit ke rumah teman untuk mengerjakan kelompok yang padahal di pergi untuk
mengikuti perlombaan sepeda.
“Maafkan aku,
bu. Aku harus berbohong padamu. Sebenarnya, aku tidak ingin membohongimu,
tetapi aku juga tidak ingin mengecewakan sahabatku.” batin Perkasa di dalam hati
sambil berjalan keluar dengan perasaan
kecewa karena telah membohongi ibunya sendiri
Perkasa pun
pergi dengan menaiki sepeda kesayangannya. Sebelum pergi ke perlombaan, Perkasa
terlebih dahulu ke rumah Herloda karena dia tidak tahu dimana tempat perlombaan
tersebut diadakan. Sebelumnya, dia sudah diberitahu alamat rumah Herloda.
Sesampainya di rumah Herloda, terlihat Herloda sudah berada di depan rumah
dengan sepeda dan tas yang berada di punggung yang berisi barang berguna.
Terlihat dari depan, rumah Herloda sangat besar dan mewah. Rumahnya berlantai
dua, memiliki taman dan kolam renang sendiri.
“Wow......tenyata
kamu anak orang kaya ya, Herloda?” Perkasa kagum melihat rumah Herloda.
“Ah, enggak,
biasa-biasa saja.” jawab Herloda dengan santai
“Kalau kau
berada di kota ku, rumah mu akan menjadi rumah terbesar di sana.” kata Perkasa
sambil melihat-lihat rumah Herloda dari luar rumah.
“Ah, sudahlah.
Ayo cepat, nanti kita terlambat” kata Herloda.
Mereka pun
berangkat dengan menaiki sepeda masing-masing. Di perjalanan menuju ke
perlombaan, mereka berbincang-bincang tentang perlombaan sepeda tersebut.
“Da, perlombaan
sepeda yang kita ikuti itu seperti apa?” tanya Perkasa.
“Kita akan
mengikuti perlombaan sepeda yang biasa disebut downhill.” jawab Herloda.
“Downhill
itu apa?” tanya Perkasa lagi.
“Downhill
itu, perlombaan yang dimana kita akan menuruni bukit yang tinggi dengan bersepeda. Kita akan memulai
pertandingan di puncak bukit dan akan berakhir jika mencapai finish yang
berada di bawah bukit.” Penjelasan Herloda kepada Perkasa.
“Perlombaan
tersebut juga ada rintangannya, ya seperti batu-batu besar, pohon-pohon yang
lebat dan tinggi.” jelas Herloda lagi.
“Oh......,”
kata Perkasa.
Mereka terus
berbincang-bincang, sampai tak terasa mereka sampai di lokasi perlombaan sepeda
downhill. Mereka pun langsung melakukan registrasi dan mendapatkan
nomor. Ternyata, Perkasa dan Herloda berada di pertandingan yang berbeda.
Herloda berada di perlombaan pertama dan Perkasa di perlombaan kelima. Setelah
mereka selesai melakukan registrasi, mereka diminta untuk langsung menuju
puncak bukit dengan alat seperti lift. Setelah mereka berada di atas,
mereka langsung siap-siap untuk mengikuti perlombaan. Herloda yang pertama
mengikuti perlombaan. Disana, dia akan melawan 10 orang. Herloda dengan mudah
melewati rintangan yang ada. Dia seperti sudah pernah mengikuti perlombaan
seperti ini. Akhirnya dia juara 1 dengan mudah.
“Selamat Da.
Apa kamu pernah mengikuti perlombaan seperti ini?” tanya Perkasa.
“Tidak, belum
penah.” jawab Herloda.
“Tadi kamu
melewati rintangan begitu mudahnya seperti kamu sudah pernah mengikuti
perlombaan ini.” kata Perkasa.
“Oh, karena aku
sudah mempersiapkan ini dari dulu. Aku suka mengikuti perlombaan ini karena ada
begitu banyak tantangannya.” jelas Herloda kepada Perkasa.
“Ok, aku akan
juara seperti kamu, Da.” kata Perkasa percaya diri.
Perlombaan
kedua sampai keempat sudah selesai. Sekarang perlombaan kelima yaitu perlombaan
untuk Perkasa. Sebelum perlombaan dimulai, dia melakukan pemanasan. Setelah
pemanasan dirasa cukup, dia bersiap-siap di garis start. Semua pemain
bersiap. Bunyi pistol terdengar menandakan perlombaan dimulai.
Perkasa memulai
perlombaan dengan buruk. Dia berada di posisi ke 9. Dia juga sering jatuh
karena hilang keseimbangan yang disebabkan oleh rintangan. Tetapi, dia tidak
mudah putus asa. Dia mencoba dan mempelajari cara melewati rintangan. Akhirnya,
dia bisa melewati rintangan dan membalap semua saingannya. Dia mencapai garis finish
pertama kali dan dia menjadi juara pertama. Perkasa langsung turun dari sepeda
dan melompat-lompat kegirangan untuk merayakan kemenangannya. Herloda pun
datang
”Aku tidak
menyangka kamu menjadi juara 1 padahal kamu belum pernah mengikuti perlombaan
seperti ini.” ujar Herloda kepada Perkasa.
“Aku pun tidak
menyangka juga. Saat aku jatuh tadi, aku mencoba mencari cara untuk mengatasi
rintangan tersebut. Aku mencoba beberapa kali dan jatuh. Saat aku akan melewati
rintangan batu besar tadi, aku tiba-tiba mendapat petunjuk dan akhirnya bisa
melewati rintangan tersebut dan rintang yang lainnya.” jelas Perkasa.
“Tapi, kamu
tidak apa-apa kan, Sa?” tanya Herloda kepada Perkasa sambil mencari bagian tubuh
Perkasa yang terluka.
“Tidak apa-apa,
aku hanya terluka sedikit di bagian lengan kanan.” jawab Perkasa sambil
memegang lengan kanannya.
Lalu, panitia
mengumumkan untuk semua peserta berkumpul di tenda. Disana terdapat panggung.
Acara pembuka diisi oleh musik-musik yang bagus. Di puncak acara, panitia mengumumkan
juara-juara pada 5 perlombaan.
“Inilah para
juara kita hari ini.” kata panitia sambil menggunankan pengeras suara.
Perkasa,
Herloda, dan tiga peserta juara lainnya naik ke atas panggung dengan bangga.
Mereka mendapatkan piala dan sejumlah uang. Lalu, mereka berlima dan panitia
berfoto bersama. Setelah berfoto bersama, panitia mengumumkan para juara.
“Bagi para juara
hari ini, akan merebutkan juara Downhill tahun ini dua minggu dari
sekarang. Maka persiapakan diri kalian untuk ini agar bisa menjadi yang
terbaik.” kata panitia.
Setelah acara
selesai, peserta dan panitia membubarkan diri termasuk Perkasa dan Herloda.
Mereka pulang dengan sangat senang karena menjadi juara. Mereka berhenti di
tempat makan dan membayar makanan tersebut dengan uang juara yang mereka
dapatkan. Setelah selesai makan, mereka pulang ke rumah masing-masing. Di
rumah, Perkasa disambut ibunya dan langsung ditanya.
“Nak, kamu
kenapa? kok bajumu kotor dan sepedamu tergores? Memang kerja kelompokmu seperti
apa?” tanya ibunya penuh heran.
“Anu......itu.......,”
Perkasa bingung menjawab ibunya.
“Kenapa, nak?”
tanya ibunya lagi.
“M.......maaf
bu. Aku berbohong kepadamu. Aku tadi tidak sedang kerja kelompok, tetapi
mengikuti perlombaan sepeda. Dan aku menjadi juara 1, ini pialanya.” jawab
Perkasa dengan rasa takut.
“APA.....?!!
Kenapa kamu tidak menuruti omongan ibu? Ini akibatnya, sepeda kamu rusak, kamu
terluka. Siapa yang mau bertanggung jawab?” kata ibu sambil marah kepada
Perkasa.
“Tapi aku sudah
didaftarkan oleh temanku. Aku tidak bisa menolaknya karena dia sudah susah
payah mendaftarkanku.” ujar Perkasa memberikan alasan.
“Jika kamu
masih mengikuti perlombaan sepeda tersebut, kamu pergi dari rumah.” kata ibu
semakin kesal.
“Sekarang masuk
ke kamar!!!” perintah ibu.
Akhirnya
Perkasa masuk ke kamar dengan rasa bersalah karena telah membohongi ibunya. Dia
tidak berani melihat ke belakang yang dimana ibunya merasa kecewa kepada
anaknya.
“Aku tidak akan
mengikuti final Downhill.” batin Perkasa.
Besoknya, hari
berjalan seperti biasa. Perkasa dan ibunya sudah baikan. Perkasa sekolah
seperti biasa membawa sayuran untuk dijual dipasar. Dua belas hari kemudian,
tepatnya sehari sebelum final Downhill dimulai, Perkasa pergi ke
sekolah. Di sekolah, dia bertemu dengan Herloda.
“Hai Sa, besok
penentuan siapa yang terbaik di antara kita.” kata Herloda dengan nada
menantang.
“Maaf Da, besok
aku tidak ikut dalam final.” kata Perkasa.
“Kenapa?”
Herloda terkejut.
“Aku tidak
boleh sama ibuku. Dua minggu yang lalu, aku dimarahi sama ibuku karena ketahuan
mengikuti perlombaan sepeda tersebut.” jelas Perkasa.
“Aku tidak mau
tahu. Pokoknya kamu harus ikut, bagaimanapun caranya. Jika kamu tetap tidak
ikut, aku akan pergi ke rumahmu dan bilang kepada ibumu.” kata Herloda tegas.
“Eh, jangan
bilang ke ibuku, nanti beliau tambah marah. Besok akan aku usahakan untuk ikut
ke final.” ucap Perkasa.
Perkasa semakin
bingung, dia sudah berjanji tidak akan mengikuti perlombaan sepeda lagi. Di
sisi lain, dia harus ikut perlombaan karena Herloda ingin dia ikut, jika tidak
Herloda akan bilang ke ibunya Perkasa untuk meminta izin mengikuti perlombaan
sepeda tersebut. Perkasa tidak ingin menyakiti hati ibunya dan sahabatnya,
tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Dia memikirkan terus caranya dan akhinya
dia memakai cara menginap di rumah Herloda.
“Bu, aku mau
izin untuk menginap di rumah Herloda.” Perkasa meminta izin.
“Kenapa kamu
ingin menginap di rumah Herloda?” tanya ibunya.
“Untuk.....untuk
mengerjakan tugas bersama.” jawab Perkasa.
“Kamu tidak
berbohong, kan?” tanya ibu lagi.
“Ti....tidak
bu. Aku tidak berbohong.” jelas Perkasa.
“Ya sudah,
hati-hati di jalan. Jangan nakal di sana!” perintah ibu.
“Iya, bu.” kata
Perkasa.
Perkasa membawa
barang-barang yang perlu ke dalam tas dan pergi ke rumah Herloda. Sesampai di
rumah Herloda, Perkasa memanggil Herloda.
“Da, Herloda.”
panggil Perkasa ke rumah Herloda.
“Iya,
sebentar.” jawab orang dari dalam rumah seperti suara Herloda.
Lalu, seseorang
keluar dari rumah dan ternyata Herloda.
“Ada apa, Sa?”
kata Herloda.
“Aku boleh
tidak menginap di rumahmu?” tanya Perkasa.
“Boleh-boleh
saja. Tapi ada apa?” tanya Herloda balik.
“Kan besok ada
perlombaan Downhill, makanya aku izin kepada ibuku untuk menginap
disini.” jawab Perkasa.
Perkasa pun menginap
di rumah Herloda. Mereka berencana berangkat bersama menuju ke perlombaan
pagi-pagi. Besoknya, mereka berangkat bersama dengan sepeda mereka. Sesampainya
di sana, mereka melakukan registrasi dan bersiap-siap mengikuti perlombaan.
Ketiga pemain lainnya juga sudah datang.
Perlombaan
segera dimulai. Kelima pemain bersiap-siap di garis start. Perlombaan
dimulai dan mereka memulai perlombaan dengan semangat. Herloda berada di posisi
kedua dan Perkasa berada di posisi keempat. Perlombaan final Downhill sangat
seru. Semua pemain tidak ada yang mau mengalah.
Saat berada di
tengah perjalanan, kejadian tak terduga terjadi. Perkasa membalap pemain yang
berada di posisi ketiga. Dia pun senang dan melihat ke belakang untuk melihat
pemain yang dibalapnya. Saat dia melihat kebelakang, di depannya terdapat papan
lompatan. Akhirnya dia melompat dengan keadaan tidak seimbang. Di udara,
Perkasa tidak seimbang dan pada saat bersamaan, helm pelindungnya terlepas.
Perkasa pun jatuh dengan kepala tanpa pelindung. Kepalanya berdarah dan dia
tidak bergerak sama sekali.
Melihat insiden
tersebut, panitia mengehentikan perlombaan dan langsung membawa Perkasa ke
rumah sakit. Semuanya bingung, termasuk Herloda. Herloda pun memutuskan untuk
menemui ibunya Perkasa. Sesampainya di rumah Perkasa.
“Permisi.....permisi.....,”
ucap Herloda sambil mengetuk pintu.
“Iya, dengan
siapa?” tanya ibunya Perkasa.
“Saya Herloda,
saya temannya Perkasa.” jawab Herloda.
“Oh, Herloda.
Ada apa ya?” tanya ibunya Perkasa lagi.
“Maaf, bu,
Perkasa kecelakaan.” jawab Herloda.
“Dia mengikuti
perlombaan sepeda dan dia terjatuh. Sekarang dia dibawa ke rumah sakit.” jelas
Herloda lagi.
“APA?
Astaga........,” ibunya terkejut tidak percaya mendengar berita tentang
anaknya.
“Sekarang, mari
kita ke rumah sakit.” ajak Herloda.
“Ayo.” jawab
ibunya Perkasa.
Sesampainya di
rumah sakit, mereka langsung menuju ke UGD rumah sakit dan melihat keadaan
Perkasa.
“Gimana dok
keadaan anak saya?” tanya ibunya Perkasa kepada dokter.
“Maaf bu, anak
anda tidak terselamatkan. Maaf sekali bu.” jawab dokter.
“Makanya nak,
dengarkan omongan ibu. Jangan pernah menentang dan membohongi ibu. Ini
akibatnya jika kamu menentang peringatan ibu.” kata ibu sambil menangis
tersedu-sedu melihat anaknya.
Akhirnya, nyawa
Perkasa tidak bisa diselamatkan. Lalu, Perkasa dimakamkan di pemakaman umum. Semua
teman-temannya Perkasa dan ibunya Perkasa tidak kuasa menahan tangis saat
pemakaman Perkasa.



ceritanya mengharukan sekali :")
BalasHapusvisit and follow my blog => hyeonmp.wordpress.com